Cinta dan
Persahabatan
“Sahabat selalu ada disaat kita
membutuhkannya, menemani kita disaat kita kesepian, ikut tersenyum disaat kita
bahagia, bahkan rela mengalah padahal hati kecilnya menangis…”
***
Bel istirahat akan berakhir berapa
menit lagi. Nia harus segera membawa buku tugas teman-temannya ke ruang guru
sebelum bel berbunyi. Jabatan wakil ketua kelas membuatnya sibuk seperti ini.
Gubrak…. Buku-buku yang dibawa Nia jatuh semua. Orang yang menabrak entah lari
kemana. Jangankan menolongnya, meminta maaf pun tidak.
“Sial! Lari nggak pakek mata apa
ya...” gerutu Nia. Dengan wajah masam ia mulai jongkok untuk merapikan
buku-buku yang terjatuh. Belum selesai Nia merapikan terdengar langkah kaki
yang datang menghampirinya.
“Kasian banget. Bukunya jatuh semua
ya?” cemooh seorang cowok dengan senyum sinis. Sejenak Nia berhenti merapikan
buku-buku, ia mencoba melihat orang yang berani mencemoohnya. Ternyata dia
lagi. Cowok berpostur tinggi dengan rambut yang selalu berantakan. Sumpah! Nia
benci banget sama cowok ini. Seumur hidup Nia nggak bakal bersikap baik sama
cowok yang ada di depannya ini. Lalu Nia mulai melanjutkan merapikan buku tanpa
menjawab pertanyaan cowok tersebut.
Cowok tinggi itu sepintas mengernyitkan
alisnya. Dan kembali ia tercenung karena cewek di depannya tidak menanggapinya.
Biasanya kalau Nia terpancing dengan omongannya, perang mulut pun akan terjadi
dan takkan selesai sebelum seseorang datang melerai.
Teeeett… Bel tanda berakhirnya jam
istirahat terdengar nyaring.
“Maksud hati pengen bantu temen gue
yang jelek ini. Tapi apa daya udah keburu bel. Jadi sorry nggak bisa bantu.”
ucap cowok tersebut sambil menekan kata jelek di pertengahan kalimat.
Cowok tersebut masih menunggu reaksi
cewek yang ada di depannya. Tapi yang ditunggu tidak membalas dengan cemoohan
atau pun ejekan.
“Lo berubah.” gumam cowok tersebut
lalu berbalik bersiap masuk ke kelasnya. Begitu cowok itu membalikkan badannya,
Nia yang sudah selesai membereskankan buku mulai memasang ancang-ancang. Dengan
semangat 45 Nia mulai mengayunkan kaki kanannya kearah kaki kiri cowok tersebut
dengan keras.
“Aduuuuhh” pekik cowok tersebut
sambil menggerang kesakitan.
“Makan tuh sakit!!” ejek Nia sambil
berlari membawa buku-buku yang tadi sempat berserakan. Bisa dibayangkan gimana
sakitnya tuh kaki. Secara Nia pakai kekuatan yang super duper keras. Senyum
kemenangan menghiasi di wajah cewek tinggi berambut ikal tersebut.
***
“Nia….”
Nia menoleh untuk melihat siapa yang
memanggilnya. Ternyata dari kejauhan Nesya teman baiknya sejak SMP sedang
berlari kearahnya. Dengan santai Nia membalikkan badannya berjalan mencari
motor matic kesayangannya. Ia sendiri lupa dimana menaruh motornya. Nia memang
paling payah sama yang namanya mengingat sesuatu. Masih celingak-celinguk
mencari motor, Nesya malah menjitak kepalanya dari belakang.
“Woy non, nggak denger teriakan gue
ya? Temen macam apa yang nggak nyaut sapaan temennya sendiri.” ucap Nesya
dengan bibir monyong. Ciri khas sahabatnya tersebut kalo lagi ngambek.
“Sorry deh Sya. Gue lagi bad mood,
pengen cepet pulang.”
“Bad mood? Jelas-jelas loe tadi
bikin gempar satu kelas. Udah nendang kaki cowok sampai tuh cowok permisi
pulang, enggak minta maaf lagi.” jelas Nesya panjang lebar.
“Hah? Sampe segitunya? Kan gue cuma
nendang kakinya, masak segitu parahnya?” Nia benar-benar nggak nyangka. Masa
sih keras banget? Tuh cowok ternyata bener-bener lembek, pikirnya dalam hati.
“Nendang sih nendang tapi lo pakek
tendangan super duper. Kasian Dafa lho.”“Enak aja. Orang dia yang mulai
duluan.” bantah Nia membela diri.
Sejenak Nesya terdiam, lalu berlahan
bibirnya tersenyum tipis. “Kenapa sih kalian berdua selalu berantem? Masalahnya
masih yang itu? Itu kan SMP dulu banget. ” ujar Nesya polos, tanpa bermaksud
mengingatkan kejadian yang lalu. “Lagi pula gue udah bisa nerima kalau Dafa
nggak suka sama gue.”
“Tau ah
gelap!”
***
Bel pulang berbunyi nyaring bertanda
jam pelajaran telah usai. Cuaca yang sedemikian panas tak menyurutkan niat para
siswa SMA Harapan untuk bergegas pulang ke rumah. Nia sendiri sudah membereskan
buku-bukunya. Sedangkan Nesya masih berkutat pada buku catatanya lalu sesekali
menoleh ke papan tulis.
“Makanya kalau nulis jangan kayak
siput” Dengan gemas Nia mencubit pipi Nesya. “Duluan ya, Sya. Disuruh nyokap
pulang cepet nih!” Nesya hanya mendengus lalu kembali sibuk dengan catatanya.
Saat Nadia membuka pintu kelas,
seseorang ternyata juga membuka pintu kelasnya dari luar. “Eh, sorry..” ucap
Nia kikuk. Tapi begitu sadar siapa orang yang ada di depannya, Nia langsung
ngasih tampang jutek kepada orang itu
“Ngapain loe kesini?! Masih sakit
kakinya? Apa cuma dilebih-lebihin biar kemarin pulang cepet? Hah?! Jadi cowok
kok banci baget!!!” Kesal Nia. Jujur Dafa udah bosen kayak gini terus sama Nia.
Dia pengen hubungannya dengan Nia bisa kembali seperti dulu.
“Nggak usah cari gara-gara deh. Gue
cuma mau cari Nesya.” ucap Dafa dingin sambil celingak celinguk mencari Nesya.
“Hey Sya!” ucap Dafa riang begitu orang yang dicarinya nongol.
“Hey juga. Jadi nih sekarang?” Nesya
sejenak melirik Nia. Lalu dilihatnya Dafa mengangguk bertanda mengiyakan. “Nia,
kita duluan ya,” ujar Nesya singkat.
Nia hanya bengong lalu dengan cepat
mengangguk. Dipandangi Nesya dan Dafa yang kian jauh. Entah kenapa, perasaanya
jadi aneh setiap melihat mereka bersama. Seperti ada yang sakit di suatu organ
tubuhnya. Biasanya Dafa selalu mencari masalah dengannya. Namun kini berbeda.
Dafa tidak menggodanya dengan cemoohan atau ejekan khasnya. Dafa juga tidak
menatapnya saat ia bicara. Seperti ada yang hilang. Seperti ada yang pergi dari
dirinya.
***
Byuuurr.. Sirup rasa stowberry
menggalir deras dari rambut Nia hingga menetes ke kemeja putihnya. Nia nggak
bisa melawan. Ia kini ada di WC perempuan. Apalagi ini jam terakhir. Nggak ada
yang akan bisa menolongnya sampai bel pulang berbunyi.
“Maksud loe apa?” bentak Nia
menantang. Ia nggak diterima di guyur kayak gini. “Belum kapok di guyur kayak
gini?” balas cewek tersebut sambil menjambak rambut Nia. “Riz, mana sirupnya
yang tadi?” ucap cewek itu lagi, tangan kanannya masih menjambak rambut Nia.
Rizka langsung memberi satu gelas sirup yang sudah siap untuk disiram ke Nia.
“Loe mau gue siram lagi?” tanya
cewek itu lagi. Halo??!! Nggak usah ditanya pun, orang bego juga tau. Mana ada
orang yang secara sukarela mau berbasah ria dengan sirup rasa strowberry?
Teriak Nia dalam hati. Ia tau kalau cewek di depannya ini bernama Linda. Linda
terkenal primadona sekolah karena keganasannya dalam hal melabrak orang. Yeah,
dari pada ngelawan terus sekarat masuk rumah sakit, mending Nia diem aja. Ia
juga tau kalau Linda satu kelas dengan Dafa. Wait, wait.. Dafa??? Jangan-jangan
dia biang keladinya. Awas lo Daf, sampe gue tau loe biang keroknya. Gue bakal
ngamuk entar di kelas lo!
“Gue rasa, gue nggak ada masalah ama
loe.” teriak Nia sambil mendorong Linda dengan sadisnya. Nia benar-benar nggak
tahan sama perlakuan mereka. Bodo amat gue masuk rumah sakit. Yang jelas ni
nenek lampir perlu di kasih pelajaran.
Kedua teman Linda, Rizka dan Ayu
dengan sigap mencoba menahan Nia. Tapi Nia malah memberontak. “Buruan Lin, ntar
kita ketahuan.” kata Ayu si cewek sawo mateng. Selang beberapa detik, Linda
kembali mengguyur Nia dengan sirup.
“Jauhin Dafa. Gue tau loe berdua
temenan dari SMP! Dulu lo pernah nolak Dafa. Tapi kenapa loe sekarang nggak mau
ngelepas Dafa?!!”. “Maksud loe?” ledek Nia sinis.
“Gue nggak kenal kalian semua. Asal
lo tau gue nggak ada apa-apa sama Dafa. Lo nggak liat kerjaan gue ama tuh cowok
sinting cuma berantem?”. Plaakk.. Tamparan mulus mendarat di pipi Nia.
“Tapi lo seneng kan?” teriak Linda
tepat disebelah kuping Nia. Kesabaran Nia akhirnya sampai di level terbawah.
Buuugg! Tonjokan Nia mengenai tepat di hidung Linda. Linda yang marah makin
meledak. Perang dunia pun tak terelakan. Tiga banding satu. Jelas Nia kalah.
Tak perlu lama, Nia sudah jatuh terduduk lemas. Rambutnya sudah basah dan sakit
karena dijambak, pipinya sakit kena tamparan. Kepalanya terasa pening.
“Beraninya cuma keroyokan!” bentak
seorang cowok dengan tegas. Serempak trio geng labrak menoleh untuk melihat
orang itu, Nia juga ingin, tapi tertutup oleh Linda. Dari suaranya Nia sudah
tau. Tapi ia nggak tau benar apa salah.“Pergi loe semua. Sebelum gue laporin.”
ujar cowok itu singkat. Samar-samar Nia melihat geng labrak pergi dengan
buru-buru. Lalu cowok tadi menghampiri Nia dan membantunya untuk berdiri.
“Loe nggak
apa-apa kan, Nia?” sesal Dafa.
“Nggak
apa-apa dari hongkong!?”
***
Hujan rintik-rintik membasahi bumi.
Nia dan Dafa berada di ruang UKS. Nia membaringkan diri di tempat tidur yang
tersedia di UKS. Dafa memegangi sapu tangan dingin yang diletakkan di sekitar
pipi Nia. Nia lemas luar biasa. Kalau dia masih punya tenaga, dia nggak bakalan
mau tangan Dafa nyentuh pipinya. Tapi karena terpaksa. Mau gimana lagi.
“Ntar loe pulang gimana?” tanya Dafa
polos. “Nggak gimana-mana. Pulang ya pulang.” jawab Nia jutek. Rasanya Nia
makin benci sama yang namanya Dafa. Gara-gara Dafa dirinya dilabrak
hidup-hidup. Tapi kalau Dafa enggak datang. Mungkin dia bakal pingsan duluan
sebelum ditemukan.
“Tadi itu cewek loe ya?” ucap Nia
dengan wajah jengkel. “Nggak.” ucap Dafa datar. “Terus kok dia malah ngelabrak
gue? Nyuruh jauhin loe segala. Emang dia siapa?” gerutu Nia kesal seribu kesal.
Ups! Kok gue ngomong kayak gue enggak mau jauh-jauh sama Dafa. Aduuuhh…
Dafa
sejenak tersenyum.
“Dia tuh cewek yang gue tolak. Jadi
dia tau semuanya tentang gue dan termasuk tentang lo” ucap Dafa sambil menunjuk
Nia. Nia terdiam. Dia nggak tau harus ngapain setelah Dafa menunjuknya. Padahal
cuma nunjuk. “Nanti bisa pulang sendiri kan?” tanya Dafa.
“Bisalah. Emang loe mau nganter gue
pulang?”. “Emang loe kira gue udah lupa sama rumah loe? Jangan kira lo nolak
gue terus gue depresi terus lupain segala sesuatu tentang diri loe. Gue masih
paham benar tentang diri loe. Malah perasaan gue masih sama kayak dulu.” jelas
Dafa sejelas-selasnya. Dafa pikir sekarang udah saatnya ngungkapin unek-uneknya.
“Loe ngomong kayak gitu lagi, gue
tonjok jidat loe!” ancam Nia. Nih orang emang sinting. Gue baru kena musibah
yang bikin kepala pusing, malah di kasih obrolan yang makin pusing.
“Perasaan gue masih kayak dulu,
belum berubah sedikit pun. Asal loe tau, gue selalu cari gara-gara sama loe itu
ada maksudnya. Gue nggak pengen kita musuhan, diem-dieman, atau apalah. Pas loe
nolak gue, gue nggak terima. Tapi seiring berjalannya waktu, kita dapet sekolah
yang sama. Gue coba buat nerima. Tapi nggak tau kenapa loe malah diemin gue.
Akhirnya gue kesel, dan tanpa sadar gue malah ngajakin loe berantem.” Sejenak
Dafa menarik nafas.
“Loe mau nggak jadi pacar gue?
Apapun jawabannya gue terima.” Hening sejenak diantara mereka berdua. “Kayaknya
gue pulang duluan deh.” Ucap Nia sambil buru-buru mengambil tasnya. Inilah
kebiasaan Nia, selalu mengelak selalu menghindar pada realita. Ia bener-bener
nggak tau harus ngapain. Dulu ia nolak Dafa karena Nesya juga suka Dafa. Tapi
sekarang?
“Besok gue udah nggak sekolah
disini. Gue pindah sekolah.” Dafa berbicara tepat saat Nia sudah berada di
ambang pintu UKS. Nia terdiam tak sanggup berkata-kata. Di langkahkan kakinya
pergi meninggalkan UKS. Meninggalkan Dafa yang termenung sendirian.
***
Kelas masih sepi. Hanya ada beberapa
murid yang baru datang. Diliriknya bangku sebelah. Nesya belum datang. Nia
sendiri tumben datang pagi. Biasanya ia datang 5 menit sebelum bel, disaat
kelas sudah padat akan penduduk. Semalam Nia nggak bisa tidur. Entah kenapa
bayangan Dafa selalu terbesit di benaknya. Apa benar Dafa pindah sekolah?
Kenapa harus pindah? Peduli amat Dafa mau pindah apa nggak, batin Nia. “Argggg…
Kenapa sih gue mikirin dia terus?”
“Mikirin
Dafa maksud loe?” ucap Nesya tiba-tiba udah ada disamping Nia.
“Nih hadiah dari pangeran loe.” Di
lihatnya Nesya mengeluarkan kotak biru berukuran sedang. Karena penasaran
dengan cepat Nia membuka kotak tersebut. Isinya bingkai foto bermotif rainbow
dengan foto Nia dan Dafa saat mengikuti MOS SMP di dalamnya terdapat sebuah
kertas. Dengan segera dibacanya surat tersebut.
Dear Nia,
Inget
ga pertama kali kita kenalan? Pas itu loe nangis gara-gara di hukum sama kakak
kelas. Dalam hati gue ketawa, kok ada sih cewek cengeng kayak gini? Hehe.. just
kidding. Loe dulu pernah bilang pengen liat pelangi tapi ga pernah kesampaian.
Semoga loe seneng sama pelangi yang ada di bingkai foto. Mungkin gue ga bisa
nunjukin pelangi saat ini karena gue harus ikut orng tua gue yang pindah tugas.
Tapi suatu hari nanti gue bakal nunjukin ke loe gimana indahnya pelangi. Tunggu
gue dua tahun lagi ya. Saat waktu itu tiba, ga ada alasan buat loe ga mau jadi
pacar gue. I Love You So Much Nia I Will Miss You My Dear…
Salam
Sayang,
Dafa
“Kenapa loe nggak mau nerima dia?
Gue tau loe suka Dafa tapi lo nggak mau nyakitin gue.” sejenak Nesya tersenyum.
“Percaya deh, sekarang gue udah nggak ada rasa sama Dafa. Dia cuma temen kecil
gue dan nggak akan lebih.” Ujar Nesya menyakinkan Nia.
“Thanks Sya. Loe emang sahabat
terbaik gue.” ucap Nia tulus. “Tapi gue tetap pada prinsip gue.” Ucap Nia
yakin.
Nesya
terlihat menerawang.
Jujur, waktu gue tau Dafa suka sama
loe dan cuma nganggep gue sebagai temen kecilnya. Gue pengen teriak sama semua
orang, kenapa dunia enggak adil sama gue. Tapi seiring berjalannya waktu gue
sadar kalo nggak semua yang kita inginkan adalah yang terbaik untuk kita.”
senyum kembali menghiasi wajah mungilnya.
“Dan lo harus janji sama gue kalo
loe bakal jujur tentang perasaan lo sama Dafa. Janji?” lanjut Nesya sambil
mengangkat jari kelingkingnya.
Ingin rasanya Nia menolak tetapi
Nesya terlalu baik baginya. Dia sendiri tau sampai saat ini Nesya belum
sepenuhnya melupakan Dafa. Tapi Nia juga tak ingin mengecewakan Nesya. Berlahan
diangkatnya jari kelingkingnya.
“Janji..”
gumam Nadia lirih.

ceritanya bagus , tapi animasinya kok sama kayak aurel
BalasHapusHehehehe iya trus kenapa?
HapusWOW interesting
BalasHapusnice, tapi fotonya alay tott
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusMasaksih???
Hapusiyooaaa, mosok she !!! limayan, haha, tapi ra onok foto mantane unu, huhahaha
BalasHapusbagussssssssssssssssssssss
Ngomong ae coment saltik kabeh hahahaha, nek ngoment seng temen sam
Hapusnek mbales komen yo seng temen sam...
BalasHapusOpo sam?
BalasHapus